Saturday, October 25, 2014
Thursday, October 23, 2014
Two Side of Pride
"Bangga dengan produk
dalam negeri". Tagline ini yang sekarang ramai disebarluaskan di
masyarakat agar lebih mencintai produk dalam negeri. Kita harus merasa bangga
akan produk lokal asli Indonesia yang kualitasnya tak kalah dengan produk luar negeri.
Tapi yang akan saya bahas bukan masalah kualitas produk dalam negeri. Ini
tentang kata 'Bangga'. Kata yang sangat dinantikan oleh seorang anak dari orang
tuanya, kata yang akan membakar semangat seorang pria jika disampaikan oleh
pacarnya yang cantik, kata yang membuat diri kita lebih merasa besar.
Saya pun
begitu. Saya adalah tipe orang merasa bangga dengan apapun milik saya dengan
kadar lumayan akut. Mau itu barang, manusia, hewan, sifat, hasil karya, ide,
dan lain-lain. Tak peduli kalo ternyata sesuatu milik saya itu lebih jelek atau
memang lebih baik. Nyatanya, saya selalu bisa menemukan kelebihan dari sesuatu
milik saya itu dan menemukan kekurangan dari sesuatu yang menjadi
pembandingnya. Saya bisa sangat menutup mata akan kekurangan dari sesuatu milik
saya itu dan terus membanggakannya, sombong bahkan sekaligus pamer. Bad habit!
Suatu hal pasti memiliki dua
sisi, baik dan buruk. Memiliki rasa bangga pun juga begitu. Sisi baiknya adalah
kita bersyukur dengan apa yang kita miliki. Sedangkan sisi buruknya adalah
sombong dan pamer. Jika kita bersyukur, kita akan menjadi orang yang rendah
hati. Namun, jika kita sombong dan pamer, maka kita akan menjadi orang yang
tinggi hati. Rendah hati adalah obat hati, sedangkan tinggi hati adalah
penyakit hati. Ingat jaman pelajaran waktu SD, tinggi hati adalah penyakit hati
yang harus kita hindari. Ini bukan serta merta teori semata. Semua agama
melarang kita untuk memiliki sifat tinggi hati. Efek nyata yang tidak ada
baik-baiknya, jelas sudah sangat banyak terjadi. Dari mulai efek sosial hingga
efek kriminal.
Memang tidak mudah untuk
menghindari sisi buruknya, karena terkadang hal itu muncul secara spontan. Saya
pun juga masih berusaha untuk mengontrol diri. Walau susah, tapi bisa kita
redam agar tidak berbelok ke sisi buruk. Untuk menghindari sisi buruk dari
suatu rasa bangga, maka hal yang pertama adalah mengubah mindset kita dengan
membuka mata dan pikiran kita agar lebih peka terhadap sekitar. Kedua adalah
menahan mulut kita agar tidak terlalu banyak bicara, bicaralah sesuatu yang
berguna. Kasihan jika mulut kita memiliki banyak dosa... Ketiga,
sering-seringlah introspeksi diri. Keempat, perbanyak sedekah. Jangan remehkan
kekuatan sedekah, jangan pula menertawakannya, karena mungkin akan banyak hal
ajaib terjadi setelah kita bersedekah. Sedekah juga membuat kita lebih mudah
bersyukur. Kelima, jelaslah kita harus terus perbanyak ibadah kepada Tuhan,
karena kita tidak tahu kapan usia kita akan berakhir. Tentu kita tidak mau
menyia-nyiakan usia kita dengan diisi oleh rasa tinggi hati dan usaha untuk mendapat perhatian orang lain.
Langkah-langkah di atas
memang tidak mudah, saya pun merasakannya untuk menyembuhkan penyakit hati yang
saya derita ini dengan obat hati syukur. Namun tak akan rugi kok. Hidup jadi lebih jadi lebih nyaman, bahagia dan tanpa beban. Buatlah diri sendiri dan orang-orang yang kamu sayangi bangga pada dirimu tapi tetap rendah hati dan bersyukur.
Label:
Thoughts
Friday, October 17, 2014
Know Me More
Sekitar sebulan yang lalu aku sempat berjanji untuk bertemu seorang teman lama di sebuah kafe kecil. Aku datang lebih awal karena harus menemukan dulu kafe-nya. Ternyata cukup mudah menemukannya karena terletak di jalur angkot. Kafe yang aku datangi ini sepi karena mungkin sudah lewat jam makan siang. Aku melihat ke sekitar kafe dan memutuskan memilih tempat duduk di area luar, agar mudah melihat kedatangan teman saya. Sekitar setengah jam menunggu, akhirnya teman lamaku itu datang juga. Dia tidak datang sendirian, ada seorang temannya lagi yang ikut menemaninya. Aku belum pernah bertemu dengan temannya ini. Walau begitu, kami tetap bisa mengobrol dan berbaur dengan enak.
Aku memesan jus pisang kesukaanku dan sebuah cake double chocolate untuk menemani mengobrol bersama teman lama dan teman baruku ini. Banyak hal yang kami obrolin, mulai dari tentang cerita masa lalu, teman-teman lama yang sudah menikah, bisnis hingga urusan percintaan. Sudah lama aku nggak mengobrol lama dengan teman lama, dan itu memberikan sensasi menyenangkan. Sekitar dua jam kami mengobrol, kami memutuskan untuk menyudahi pertemuan ini, dan berencana untuk kembali bertemu.
Sekitar seminggu yang lalu, aku kembali bertemu dengan mereka berdua lagi. Namun kali ini aku menemani mereka berbelanja untuk keperluan wisuda mereka. - so sick, to hear this... - Congratulation, I said.... :)
Kami berbelanja di pasar baru untuk memilih bahan dan lain-lain. Mereka berniat untuk menjahit kebaya sendiri. Ya, sekalian survey buat wisuda aku ntar... Setelah lama memilih sana-sini, tawar sana-sini, galau motif, akhirnya kami kelar juga. Dua jam setengah waktu kami habiskan. Lumayan cepat lah, karena dalam waktu segitu semuanya sudah beres dan tidak perlu balik lagi besok.
Sebelum pulang, kita mampir ke Ampera untuk makan dan istirahat. Capek tapi senang, karena bisa menghabiskan waktu dengan membantu teman, walaupun bantuin belanja, hahahaaa... Wajah mereka pun lega dan terlihat excited dengan belanjaan mereka. Sambil makan, kami mengobrol semengalirnya, sederas cucuran keringat yang tetap belum hilang walau sudah dilap dan ruangan yang ber-AC juga. Bandung semakin panas saja akhir-akhir ini...
Sang sahabat baru yang duduk berhadapan dengan ku tiba-tiba nyeletuk. "Aku masih surprise sama kamu, Sov..." Hah? Mataku langsung terbuka lebar, tertarik dengan pernyataannya.
"Apa maksudnya?", tanyaku. Mataku memutar karena tidak mengerti maksudnya. "Kalo ternyata aku ini cantik? hehehee...", sambarku.
Dia tertawa. Padahal aku berharap dia berkata, "Iya" atau "kalo masalah kamu cantik mah, udah nggak surprise lagi", heheee.... Grrrrr...
Dia menyeruput dulu minumannya sebelum akhirnya menjelaskan apa maksudnya.
"Pas pertama kali ngeliat kamu, sebelum kami masuk ke kafe dulu, aku pikir kamu tuh orangnya angkuh, sombong, agak judes. Tapi pas kenalan, ternyata kamu ramah banget, walau kita baru kenal tapi kamunya nggak ngebedain. Setelah mengobrol lama, yang awalnya aku juga jadi ikut canggung gara-gara kesan pertama yang aku tangkap dari kamu, akhirnya malah bocor gini, hahahaaa... Ternyata kamu baik, cerewet dan apa adanya banget. Namun makin kenal kamu, aku makin ngerasa, walaupun kamu ramah banget, terbuka sama orang, tapi ternyata kamu tu introvert... Nggak mudah buat nerima orang lain masuk ke kehidupan kamu walau kelihatannya kamu terbuka banget. Kamu juga suka iya-iyain pendapat orang lain atau saran orang lain, sambil senyum dan terkesan 'saranmu benar', padahal sebenarnya kamu tetep keukeuh sama pemikiran kamu yang entah benar-benar sepikiran atau nggak sama orang itu. Kamu juga ternyata mandiri banget, terlalu mandiri malah, padahal aku pikir kamu itu manja orangnya."
Dia tertawa lagi sambil menyeruput kembali minumannya sampai hampir habis. Aku tertawa kecil.
"Jangan cuma kamu iya-iyain ya pendapatku ini", lanjutnya.
"Nggak kok, kali ini kamu emang bener. Aku tuh emang sebenarnya introvert banget. Aku bisa diam di rumah berhari-hari tanpa berhubungan dengan siapapun dan gak pake ngeluh. Malah menikmati. Aku bisa enjoy dengan diri aku sendiri. Tapi aku jadi ngerasa anti sosial banget, gak peka, egois. Padahal aku punya sisi ramah dan pengen jadi pusat perhatian orang lain. Sisi ini yang coba berontak kalau aku udah keterlaluan introvert-nya. Makanya kadang aku suka nge-push diri sendiri buat sosialisasi sama orang lain. Entah itu sekedar ketemuan kayak hari ini. Padahal akunya karena udah nyaman sendirian, suka takut untuk bertemu orang baru, lingkungan baru bahkan dengan orang-orang di masa lalu pun kadang aku takut. Takut ngerusak kenyaman itu. Yaah, bersosialisasi dengan orang lain penting kalau kita mau bertahan hidup. Bener nggak?", jawabku panjang lebar.
"Kita emang nggak bisa hidup sendirian.", jawab temanku yang sedari tadi hanya mendengarkan.
Well, kita emang nggak bisa hidup sendirian. Seberapa tangguh pun aku berdiri sendiri, aku akan jatuh jika tidak ada support dari orang lain. Itu yang bersyukurnya, aku pahami. Aku harus setidaknya memiliki hubungan baik dengan keluarga dan sahabat. Seperti yang aku katakan di atas, aku sebenarnya suka merasa takut untuk menghadapi lingkungan baru dan orang baru, apalagi jika aku sudah terlalu lama hidup di dunia introvert-ku. Tapi seiring dewasanya aku, aku belajar untuk mengatasi rasa takut itu. Fear is doesn't exist. Yang ada adalah tidak adanya keberanian. Agar keberanian itu tidak nol, maka ada perlu usaha yang terkadang nggak mudah. Bahkan terkadang keberanian itu muncul tidak terduga jika sudah menyangkut tentang survival. Beberapa tindakan yang aku lakukan untuk membangkitkan keberanian dan kepercayaan diri :
Tentukan tujuan, fokus utama
Sebelum melakukan sesuatu hal, sebaiknya kita menentukan tujuan kita, untuk apa kita melakukan sesuatu yang menakutkan kita itu. Itu akan membuat kita menjadi fokus pada tujuan dan mengesampingkan rasa takut yang suka mendera kita. Padahal hal-hal yang menakutkan itu belum tentu terjadi.
Cari hal-hal yang membuat kita percaya diri
Carilah sesuatu pada diri kita yang membuat kita percaya diri dan menghargai tinggi diri kita. Bisa berupa skill, kepribadian, atau penampilan. Aku akan berjalan dengan berani dan percaya diri serta menilai diri sendiri berharga, kalau aku tampil menarik dengan pakaian yang menurutku menarik, dengan wajah yang segar dan cantik juga pembawaan ramah yang aku miliki.
Perbanyak wawasan
Banyak tau berbagai hal tapi bukan sok tahu, membuat kita bisa berbaur dengan orang lain. Perbanyak membaca berita dan buku. Walaupun introvert, upayakan tetap terkoneksi dengan dunia luar lewat pengetahuan. Sekedar mengetahui apa yang sedang menjadi tren, bisa membuat kita lebih berani menghadapi dunia luar.
Aku yakin tiap orang punya cara masing-masing untuk mengisi keberanian mereka. Tapi intinya sesuatu hal yang menakutkan buat kita, terkadang layak untuk dicoba. :)
Aku memesan jus pisang kesukaanku dan sebuah cake double chocolate untuk menemani mengobrol bersama teman lama dan teman baruku ini. Banyak hal yang kami obrolin, mulai dari tentang cerita masa lalu, teman-teman lama yang sudah menikah, bisnis hingga urusan percintaan. Sudah lama aku nggak mengobrol lama dengan teman lama, dan itu memberikan sensasi menyenangkan. Sekitar dua jam kami mengobrol, kami memutuskan untuk menyudahi pertemuan ini, dan berencana untuk kembali bertemu.
Sekitar seminggu yang lalu, aku kembali bertemu dengan mereka berdua lagi. Namun kali ini aku menemani mereka berbelanja untuk keperluan wisuda mereka. - so sick, to hear this... - Congratulation, I said.... :)
Kami berbelanja di pasar baru untuk memilih bahan dan lain-lain. Mereka berniat untuk menjahit kebaya sendiri. Ya, sekalian survey buat wisuda aku ntar... Setelah lama memilih sana-sini, tawar sana-sini, galau motif, akhirnya kami kelar juga. Dua jam setengah waktu kami habiskan. Lumayan cepat lah, karena dalam waktu segitu semuanya sudah beres dan tidak perlu balik lagi besok.
Sebelum pulang, kita mampir ke Ampera untuk makan dan istirahat. Capek tapi senang, karena bisa menghabiskan waktu dengan membantu teman, walaupun bantuin belanja, hahahaaa... Wajah mereka pun lega dan terlihat excited dengan belanjaan mereka. Sambil makan, kami mengobrol semengalirnya, sederas cucuran keringat yang tetap belum hilang walau sudah dilap dan ruangan yang ber-AC juga. Bandung semakin panas saja akhir-akhir ini...
Sang sahabat baru yang duduk berhadapan dengan ku tiba-tiba nyeletuk. "Aku masih surprise sama kamu, Sov..." Hah? Mataku langsung terbuka lebar, tertarik dengan pernyataannya.
"Apa maksudnya?", tanyaku. Mataku memutar karena tidak mengerti maksudnya. "Kalo ternyata aku ini cantik? hehehee...", sambarku.
Dia tertawa. Padahal aku berharap dia berkata, "Iya" atau "kalo masalah kamu cantik mah, udah nggak surprise lagi", heheee.... Grrrrr...
Dia menyeruput dulu minumannya sebelum akhirnya menjelaskan apa maksudnya.
"Pas pertama kali ngeliat kamu, sebelum kami masuk ke kafe dulu, aku pikir kamu tuh orangnya angkuh, sombong, agak judes. Tapi pas kenalan, ternyata kamu ramah banget, walau kita baru kenal tapi kamunya nggak ngebedain. Setelah mengobrol lama, yang awalnya aku juga jadi ikut canggung gara-gara kesan pertama yang aku tangkap dari kamu, akhirnya malah bocor gini, hahahaaa... Ternyata kamu baik, cerewet dan apa adanya banget. Namun makin kenal kamu, aku makin ngerasa, walaupun kamu ramah banget, terbuka sama orang, tapi ternyata kamu tu introvert... Nggak mudah buat nerima orang lain masuk ke kehidupan kamu walau kelihatannya kamu terbuka banget. Kamu juga suka iya-iyain pendapat orang lain atau saran orang lain, sambil senyum dan terkesan 'saranmu benar', padahal sebenarnya kamu tetep keukeuh sama pemikiran kamu yang entah benar-benar sepikiran atau nggak sama orang itu. Kamu juga ternyata mandiri banget, terlalu mandiri malah, padahal aku pikir kamu itu manja orangnya."
Dia tertawa lagi sambil menyeruput kembali minumannya sampai hampir habis. Aku tertawa kecil.
"Jangan cuma kamu iya-iyain ya pendapatku ini", lanjutnya.
"Nggak kok, kali ini kamu emang bener. Aku tuh emang sebenarnya introvert banget. Aku bisa diam di rumah berhari-hari tanpa berhubungan dengan siapapun dan gak pake ngeluh. Malah menikmati. Aku bisa enjoy dengan diri aku sendiri. Tapi aku jadi ngerasa anti sosial banget, gak peka, egois. Padahal aku punya sisi ramah dan pengen jadi pusat perhatian orang lain. Sisi ini yang coba berontak kalau aku udah keterlaluan introvert-nya. Makanya kadang aku suka nge-push diri sendiri buat sosialisasi sama orang lain. Entah itu sekedar ketemuan kayak hari ini. Padahal akunya karena udah nyaman sendirian, suka takut untuk bertemu orang baru, lingkungan baru bahkan dengan orang-orang di masa lalu pun kadang aku takut. Takut ngerusak kenyaman itu. Yaah, bersosialisasi dengan orang lain penting kalau kita mau bertahan hidup. Bener nggak?", jawabku panjang lebar.
"Kita emang nggak bisa hidup sendirian.", jawab temanku yang sedari tadi hanya mendengarkan.
Well, kita emang nggak bisa hidup sendirian. Seberapa tangguh pun aku berdiri sendiri, aku akan jatuh jika tidak ada support dari orang lain. Itu yang bersyukurnya, aku pahami. Aku harus setidaknya memiliki hubungan baik dengan keluarga dan sahabat. Seperti yang aku katakan di atas, aku sebenarnya suka merasa takut untuk menghadapi lingkungan baru dan orang baru, apalagi jika aku sudah terlalu lama hidup di dunia introvert-ku. Tapi seiring dewasanya aku, aku belajar untuk mengatasi rasa takut itu. Fear is doesn't exist. Yang ada adalah tidak adanya keberanian. Agar keberanian itu tidak nol, maka ada perlu usaha yang terkadang nggak mudah. Bahkan terkadang keberanian itu muncul tidak terduga jika sudah menyangkut tentang survival. Beberapa tindakan yang aku lakukan untuk membangkitkan keberanian dan kepercayaan diri :
Tentukan tujuan, fokus utama
Sebelum melakukan sesuatu hal, sebaiknya kita menentukan tujuan kita, untuk apa kita melakukan sesuatu yang menakutkan kita itu. Itu akan membuat kita menjadi fokus pada tujuan dan mengesampingkan rasa takut yang suka mendera kita. Padahal hal-hal yang menakutkan itu belum tentu terjadi.
Cari hal-hal yang membuat kita percaya diri
Carilah sesuatu pada diri kita yang membuat kita percaya diri dan menghargai tinggi diri kita. Bisa berupa skill, kepribadian, atau penampilan. Aku akan berjalan dengan berani dan percaya diri serta menilai diri sendiri berharga, kalau aku tampil menarik dengan pakaian yang menurutku menarik, dengan wajah yang segar dan cantik juga pembawaan ramah yang aku miliki.
Perbanyak wawasan
Banyak tau berbagai hal tapi bukan sok tahu, membuat kita bisa berbaur dengan orang lain. Perbanyak membaca berita dan buku. Walaupun introvert, upayakan tetap terkoneksi dengan dunia luar lewat pengetahuan. Sekedar mengetahui apa yang sedang menjadi tren, bisa membuat kita lebih berani menghadapi dunia luar.
Aku yakin tiap orang punya cara masing-masing untuk mengisi keberanian mereka. Tapi intinya sesuatu hal yang menakutkan buat kita, terkadang layak untuk dicoba. :)
Label:
Personal Life,
Thoughts
Wednesday, October 1, 2014
Am I trapped? NO!
Love me or hate me, both are in my favor...If you love me, I'll always be in your heart...If you hate me, I'll always be in your mind...- William Shakespeare -
But, I won't love and hate you again. I will forgive to heal and let it go to grow... Although, You're the only one I wish I could forget and the only one I'd love to not forgive...
You know, the best revenge of all : HAPPINESS. Nothing drives people crazier than seeing someone have a good fucking life.
Label:
Thoughts
Subscribe to:
Posts (Atom)